Zona Lahan dan Struktur Ruang Kota

Kota adalah salah satu ungkapan kehidupan manusia yang mungkin paling kompleks. Kebanyakan para ilmuwan bependapat bahwa, dari segi budaya dan antropologi mengenai ungkapan kota sebagai ekspresi kehidupan manusia sebagai pelaku dan pembuatnya adalah paling penting dan sangat perlu untuk diperhatikan. Hal tersebut disebabkan karena permukiman perkotaan tidak memiliki makna yang berasal dari dirinya sendiri, melainkan dari kehidupan di dalamnya.

Pada kota-kota besar, struktur tersebut lebih kompleks karena jenis aktivitas penduduknya juga lebih beragam. Beberapa ahli perkotaan seperti Ernest W. Burgess, Homer Hoyt, serta C.D. Harris dan E.L. Ullman membuat struktur kota secara ideal. Namun pada kenyataannya banyak kota yang memiliki struktur yang lebih rumit, bahkan tidak memiliki struktur yang jelas.
Von Thunen secara umum mengemukakan bahwa pada pusat kota lahan difungsikan sebagai commercial center, dimana menjadi CBD (Central Bussines District) dari lahan tersebut, sebagai pusat perdagangan barang dan jasa. Kemudian diikuti lingkaran terluarnya sebagai manufacturing place, yaitu tempat segala industri. Lingkaran terluar menjadi residence place, tempat dilokasikannya pemukiman. Diagram cincin Von Thunen tersebut biasa dikenal dengan istilah “Model Zona Sepusat”.
Pada perkembangannya, muncul teori-teori yang menanggapi model cincin Von Thunen tersebut, yaitu ketiga teori dasar pola penyebaran guna lahan kota:
  1.  Teori Konsentris (Burgess). Teori konsentris dari Ernest W. Burgess, menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. Dimana kota meluas secara merata dari suatu inti asli, sehingga tumbuh zona yang masing-masing sejajar secara simultan dan mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda.
  2. Teori Sektoral (Homer Hoyt). Teori Sektor (Homer Hoyt, 1939), menyatakan bahwa perkembangan di daerah perkotaan tidak mengikuti zona-zona yang teratur secara konsentris, melainkan berupa sektor-sektor. Menurutnya, daerah-daerah industri berkembang sepanjang lembah sungai dan jalur lintasan kereta api yang menghubungkan kota tersebut dengan kota lainnnya. Hoyt beranggapan bahwa daerah-daerah yang memiliki sewa tanah atau harga tanah yang tinggi akan terletak di tepi luar dari kota. Selain itu, dia juga beranggapan bahwa daerah-daerah yang memiliki sewa dan harga tanah yang rendah merupakan jalur yang mirip dengan potongan kue tart, sehingga bentuk struktur ruang kota tidak konsentris. Pengelompokan tata guna lahan menyebar dari pusat kearah luar berupa sektor (wedges) akibat dari kondisi geografis dan mengikuti jaringan transportasi. Dimungkinkan tata guna lahan yang bercampur (mixed use) di tiap sektor.
  3. Teori inti berganda ( Harris dan Ullman, 1945), menyatakan bahwa pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu “growing points” adalah daerah pusat kota dan central bussines district. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti “retailing” distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain (Yunus, 2000:49). Pertumbuhan kota bermulai dari satu pusat (inti) menjadi kompleks oleh munculnya kutub-kutub pertumbuhan baru. Di sekeliling pusat-pusat (nucleus) baru itu akan mengelompok tata guna lahan yang berhubungan secara fungsional.

Perkembangan pola penyebaran guna lahan tersebut diantaranya disebabkan oleh urbanisasi dan perkembangan akses yang kemudian memperluas distribusi fungsi lahan perkotaan itu sendiri. Hal tersebut akan menyebabkan munculnya zona-zona lahan sesuai fungsi atau tata guna lahannya, serta akan menyebabkan munculnya struktur ruang kota tertentu berdasarkan zona lahan tersebut. Oleh karena itulah teori Von Thunen juga menjadi dasar sekaligus stimulus munculnya teori-teori lain mengenai perkembangan pola penyebaran, sebagai implikasi terhadap zona lahan dan struktur keruangan kota. 
Teori lainnya yang mendasari struktur ruang kota adalah Teori Ketinggian Bangunan; Teori Konsektoral; dan Teori Historis. Dikaitkan dengan perkembangan daerah pusat kota dan Central Bussines District, teori-teori tersebut menyatakan bahwa daerah pusat kota atau Central Bussines District merupakan pusat segala aktivitas kota dan lokasi yang strategis untuk kegiatan perdagangan skala kota.

Struktur Ruang Kota
Struktur ruang merupakan suatu susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan ataupun tidak. Struktur ruang kota memiliki elemen-elemen pembentuk seperti:
  • Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan,   keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.
  • Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.
  • Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau.
  • Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas. 

Comments

Popular posts from this blog

Menulis Kembali

Menyayangimu :)