Ramadhan
Setiap kali aku mengganti status pada akun
whatsapp ku setiap kali itu juga kau menggantinya. Seolah membalas apa yang
sedang ku tuliskan. Atau, setiap kali aku mengganti foto kau pun melakukannya.
Aku mau kau tau, bahwa aku sudah tak lagi ada
dalam lingkaranmu, keluargamu dan teman-temanmu. Aku jauh darimu sangat jauh.
Kau selalu datang membawa maaf dan (dulu) aku
selalu menerima segala salahmu. Lagi, dan lagi.
Kecewaku memuncak saat melihat tingkahmu yang
tak berubah sedikitpun. Aku pernah begitu marah padamu karna aku peduli. Tapi
setelahnya kau masih saja mengecewakan. Sampai aku harus diam dan kualahan oleh
sikapmu.
Bagiku, kamu masa lalu yang seharusnya
berakhir. Maka ku persilahkan kau mencari gadis-gadis lain semenarik hatimu.
Bebas. Pintu ku selalu terbuka atas kepergianmu
karna aku sudah cukup mampu meredam kerinduanku sendiri.
1 Ramadhan
Pesan singkat darimu ku biarkan begitu saja,
aku selalu mencoba mengabaikanmu sebisaku. Sedang maaf dari mu ku balas dengan
"sama-sama, maaf lahir batin". Ku rasa kalimat itu sudah cukup jelas
dan padat. Aku tak lagi suka perbincangan panjang dengan kata (aku-kamu)
seperti yang masih kamu gunakan saat berbicara padaku.
Sepulang terawih ku lihat foto luka mu. Kau
kecelakaan? lagi? Ah selalu. Karna kau selalu berulah dengan motor kesayanganmu
itu. Dasar ceroboh.
Kenapa setiap sakit kau selalu saja datang
padaku. Aku bukan perawat apalagi dokter. Jadi untuk apa datang? Mengirim foto
luka mu? Apa aku akan berempati seperti sebelumnya?
Kecelakaan di penghujung 2015 lalu aku masih
mau menjengukmu tapi kali ini tidak. Aku benar-benar tak mau tau apapun
tentangmu. Sekalipun kecelakaan kali ini atau nanti akan lebih parah dari yang
kemarin. Terserah, itu ulah mu bukan ulahku.
Apa kau hilang ingatan saat kau datang padaku
dan bilang bahwa hidupmu hancur tanpaku, kau lelah mencari sosok ku di diri
perempuan lain, sampai kau sadar bahwa aku tak pernah ada dalam diri perempuan
lain. lalu memohon maaf atas salahmu. Apa yang waktu itu aku lakukan? Aku
menahan tangis kecewaku disebrang telfon dan saat itu aku masih mampu memaafkan
mu bukan? Seperti tak pernah ada tangis untukmu, menahan suara isakku sendiri
agar kau tak mendengarnya itu bukan hal yang mudah untuk perempuan cengeng
sepertiku.
Sayangnya lagi-lagi aku memilih mengalah. Ku
biarkan gadis cantik itu mengisi hatimu juga hari-harimu. Aku yang tak suka
bersaing memilih berbalik arah. Untuk dia yang lebih cantik segalanya, yang
mungkin akan buatmu berhenti mencari. dan atas kecewaku yang terakhir waktu
itu, kau sudah sangat paham (seharusnya). Malah ku pikir kau tak lagi bernyali
menghubungiku.
Bulan Ramadhan melesat begitu cepat. Aku
sangat menikmati duniaku yang sekarang. Sapaanmu di awal Ramadhan tidak mengusik
pikiran dan juga perasaanku. Sama sekali tidak, ku bilang semuanya berjalan
biasa.
Semoga kau tak sengaja menghubungiku di Bulan
Juni ini. Semoga juga kau tak sengaja berusaha mengingatkan ku tentang cerita
kita di Bulan Juni. Waktu ku patah hati
aku sengaja tak membuang barang-barang darimu seperti yang banyak dilakukan
oleh teman-temanku ketika putus cinta. Aku hanya menyimpannya didalam lemari
yang selalu terkunci rapat. Namun sekarang,
jilbab dari mu bahkan masih ku pakai. Aku berani memakainya lagi setelah sekian lama bukan karna
aku terlalu sayang padamu. Bukan itu,, tapi aku sudah mampu merasa bahwa
barang-barang darimu tidak lebih dari barang yang nilai nya sama. Tak ada yang spesial darimu.
Sampai siang ini.
18 Juni 2016, Bandung di guyur gerimis yang
terasa romantis. Tak ada angin kencang ataupun petir, tiba-tiba ada panggilan
masuk darimu di layar handphone-ku. Sengaja tak langsung ku jawab tapi...ah
sudahlah. Toh rasa kesal, amarah dan kebencian sudah hilang dihatiku dan
sepertinya aku sudah mampu memperlakukanmu sama seperti teman-temanku pada
umumnya. Kali ini kau menanyakan keberadaanku, kapan aku pulang ke rumah, apa
aku puasa atau tidak. Terakhir sebelum aku mengucap salam penutup, kau
mengajakku untuk berbuka puasa bersama. Aku sampai lupa, ini Ramadhan kedua
selepas perpisahan kita. Ramadhan tahun lalu pun kau mengajakku berbuka bersama
namun maaf aku menolaknya karna luka ku waktu itu belum sembuh, sama sekali
belum. Kali ini aku tidak akan menolak hanya saja aku tak mau peduli lagi
dengan apapun permintaanmu...
Apapun itu, kamu sudah tak ada lagi dalam
baris harapanku..
Comments