Sisi Lain Dariku

Aku suka menulis, tapi aku paling tak suka pada bagian ini. Bagian ketika aku harus menemukan diriku dalam diam.
Semua hal kita lewati dengan saling diam dan bisu.
Aku pernah begini, menghancurkan hubunganku dengan kediamanku demi meredakan segala pertengkaran yang ada. Mereka bilang perempuan adalah mahluk yang paling rumit, mungkin benar.
Mereka bilang juga perempuan mahluk yang akan selalu benar dalam keadaan apapun termasuk dalam sebuah pertengkaran. Tidak, pada bagian ini aku tak setuju.
Sebagian besar perempuan di ciptakan dengan kemampuan verbal yang lebih tinggi daripada laki-laki. Itu sebabnya setiap kali ada perdebatan yang selalu menang adalah kaum perempuan.
Tapi lagi-lagi tidak semua perempuan suka perdebatan. Aku, termasuk salah satunya.
Aku tak bisa membenci diriku sendiri, dengan sifatku yang begini. Sama sekali lebih suka diam ketika kita bertengkar. Aku lebih memilih diam dibanding harus banyak bicara yang bagiku pasti tak ada guna. Aku berusaha mengerti keadaan, karna amarah tidak akan mampu dibalas dengan bahasa. Aku lebih memilih diam untuk pertengkaran yang melibatkan perasaanku.
Soal perasaan, tidak semua bisa ku selesaikan dengan kata-kata. Amarah ini hanya membakar perasaan kita, sedang aku paling tak bisa merengek dihadapanmu. Tak bisa,

Aku terlalu lemah untuk merengek dihadapan mu, atau dihadapan laki-laki lain.
Aku yang tak pernah bisa seperti kebanyakan perempuan lainnya, mampu berdebat panjang yang di akhiri dengan tangis di depan laki-lakinya. Aku tak bisa,
Padahal aku lah perempuan yang paling mudah menangis untuk urusan keluarga. Tak peduli berapapun usiaku. Aku lah perempuan yang masih menangis terisak ketika harus pergi jauh dari rumah untuk kembali ke kota tempatku belajar. Dan ku rasa aku lah satu-satunya perempuan seusiaku yang masih saja menangis selesai bertengkar dengan kaka perempuanku. Cukup bentakan kecil mampu membuatku menangis hebat tapi ibuku akan selalu lebih hebat membuatku tersenyum kembali. Terkadang aku tak paham dengan sifatku. Mengapa aku yang sesensitif ini tak pernah bisa menyampaikan emosiku sendiri. Ku katakan aku tak pernah bisa,

Diam adalah bagian ternyamanku. Namun, ku harap kau tak berlaku sama denganku.
Aku butuh jeda untuk menyendiri, daripada berdebat denganmu.
Karna aku tak memilih menang dengan mencacimu.
Tak ada yang menang saat kita saling marah. Seperti pepatah bilang "kalah jadi abu, menang jadi arang"
Aku tak pernah ingin kita bersaing dalam kemarahan. Yang ku mau, biar kau mengalah dan aku yang mengerti. Akan jadi lebih baik kita belajar saling memahami. Sejenak menepikan emosi kita masing-masing. Aku mau menjadi perempuan yang mampu mengerti keadaanmu. Berdiskusi bersamamu, menyelesaikan setiap masalah membuat kita saling dewasa dan mendewasakan.

Aku tak mau merengek dihadapanmu jika hanya membuatmu payah kualahan,
Aku tak mau menang darimu, jika hanya membuatmu rendah sebagai laki-laki.
Aku hanya ingin menatapmu dalam, mendengar dengan pasti apa kesalahanku jika aku salah. juga mendengar kalimat tegas dan bijaksanamu.
Aku tak peduli kata mereka bahwa perempuan harus selalu benar, aku tak mau kau membenarkan segala ku termasuk salahku....  

Bekasi, 6 Mei 2016

Comments

Popular posts from this blog

Menulis Kembali

Menyayangimu :)