Teman-temanku, teman-temanmu.
*Kemarin*
"Lal... Si ***** kuliah dimana?"
"Gatau lupa". (cuma pura-pura lupa
biar percakapan tentangnya tak lagi dibahas).
"Di itu bukan lal?" Sambil
menyebutkan salah satu universitas di daerah Pasar Rebo.
"Cuma nanya kok lal, cowok gue daftar
kuliah. Terus katanya ditempat yang sama, sama ***** ilal. Tapi gw lupa waktu itu lu bilang kuliah
dimana, makanya gw nanya lagi".
*Hari ini*
Teman lainnya.
"Lal si ***** gonta ganti foto line
terus, dia kenapa lal?"
"Oh iya? Ga ngerti deh. Biarin
aja".
"fotonya pake seragam SMA tuh
lal..Haha"
"terus knp?"
"Itu tandanya dia mau nunjukin indahnya
masa-masa SMA".
"Masa gitu..."
"iya lah dari sekian banyak foto, kenapa
yang di pasang foto lama pake seragam".
*(cuma diem)*
"cieee mikirin hahahah"
"enggaa ih -___-"
Seperti tak habis mengakhiri segala
tentangmu. Walau tak lagi ada rasa yang berdebar. Tetap saja, ketika
teman-temanku bertanya tentangmu aku bingung harus menjawab apa.
Temanku adalah temanmu, begitupun sebaliknya.
Karna mu dulu yang selalu berusaha ada dalam
lingkup ku.
karna mu dulu yang membutuhkan bantuan teman-temanku ketika harus
membujuk ku agar tak lagi marah padamu.
Karna mu dulu yang selalu membawa ku
ramah dalam keluarga juga teman-teman kantormu.
Meski perjumpaan kita bisa dihitung dengan
jari, tapi perjumpaan itu selalu berkualitas bagiku.
Ketika kita sudah berjauhan, masih ada
hal-hal yang tak bisa dipisahkan. Seperti, ketika mereka masih menanyakan
tentangmu atau ketika sahabatmu masih ada di beberapa sosial mediaku untuk
sekedar mengomentari atau me-like postinganku. Aku merasa itu kamu, padahal
bukan. Mereka hanyalah sahabatmu.
Mungkin karna baru kamu, laki-laki yang berusaha membawaku
dalam duniamu, keluargamu, juga teman kantormu. Aku bahkan sangat mengenal
sahabat-sahabatmu dengan baik.
Kau berhasil mengajarkan ku bahwa aku tak
butuh hubungan yang hanya mengatas namakan status semata. Rasanya itu mudah, cukup
dipamerkan di dunia maya saja kan? Dan orang lain dengan mudahnya menilai. Tapi
tidak dengan hubungan kita terdahulu, segalanya kita berdua yang menilai.
Aku tak butuh dibawa ke tempat-tempat
mahal. Makan bersama keluarga besarmu adalah sangat cukup bagiku. Aku masih
mengingatnya sesekali :)
Kau itu laki-laki yang tak pernah memberiku
bunga berwarna-warni. Sengaja kau beri bunga dari bahan flanel yang terlihat
biasa saja. Setelah ku sadari bunga flanel itu masih tetap utuh dan awet sampai
sekarang. Bunga yang berwarna-warni di toko memang cantik sekali, tapi secantik
apapun bunga akan tetap layu. Tidak dengan bunga flanel darimu, masih ada di
meja belajar kamarku tak layu sedikitpun hanya mungkin sedikit berdebu karna
sudah lama ku biarkan dikamar rumahku.
Hal yang paling menyenangkan dari sebuah
hubungan adalah, aku ada dalam duniamu tanpa ku pinta. Sebaliknya kau pun
berusaha ada dalam duniaku. Kau bilang padaku kalau kau boros sekali. Terlebih
banyak kau habiskan untuk motor kesayanganmu. Lalu kau mengikuti caraku.
Menabung. Terakhir aku tak sempat menuruti permintaanmu untuk membuatkan tabungan
perencana sepertiku. Tabungan kita bersama, itu yang dari dulu kau mau. Waktu mu yang padat dan tak sempat mengurus berkas-berkas ke bank. Maaf, sampai
akhirnya kau sudah membuatnya sendiri tanpa bantuanku.
Kali ini aku bukan lagi merindukan mu, hanya
ingin sedikit bercerita. Bercerita tentang sebuah kenangan yang sempat riuh
dalam hariku, tapi bukan berarti aku masih menaruh rasa padamu. Keberadaanmu sudah ku
lepas dengan rela. Aku merasa kali ini sesendok pelajaran sedang kita lahap masing-masing, pahit dan manis rasanya. Pertemuan juga perpisahan sudah kita akhiri seperti awal
kita berjumpa, penuh dengan rasa saling menghormati.
Comments